DALAM penyebaran agama Islam di Jawa, pasti tak lepas dari peran penting eksistensi Masjid Agung Demak. Masjid yang didirikan Raden Patah sekira 1401 Saka atau 1479 Masehi ini, lantas menjadi basis berkumpulnya Wali Songo saat mendakwahkan agama Nabi Muhammad saw di tanah Jawa.
Secara arsitektural, bangunan Masjid Agung Demak memiliki karakteristik yang tidak dipunyai masjid lain. Setidaknya, terdapat empat kenyataan menarik yang sukses dirangkum merahputih.com. Berikut ulasannya.
1. Atap dengan Corak Hindu
Masjid Agung Demak. (Foto: iyaa.com)
Sebagai wujud akulturasi kebiasaan dengan agama Hindu (agama beberapa besar masyarakat Jawa ketika itu), Raden Patah sengaja menciptakan atap berundak tiga, berbentuk segitiga sama kaki laksana pura umat Hindu. Hal tersebut pun menunjukkan bahwa dalam penyebaran agama Islam pada masa Wali Songo paling adaptif terhadap kebiasaan lokal yang dipegang teguh masyarakat sekitar.
Berdasarkan kisah yang ada, di antara dari tiga undakan diandalkan masyarakat tercipta dari intip (kerak nasi liwet). Menurut kisah yang disetujui secara turun-temurun, pada masa pembangunan atap masjid kelemahan bahan sirap (atap). Konon Sang Sunan Kalijaga membuang intip ke atas masjid sembil menyampaikan kun fa yakun jadilah atap.
2. Saka Tatal
Saka tatal Masjid Agung Demak. (Foto: islamindonesia.id)
Masjid Agung Demak mempunyai empat saka (tiang) utama. Tiang-tiang tersebut mempunyai tinggi 16 meter. Legenda yang beredar di masyarakat dan cerita-cerita rakyat, keempat tiang tersebut diciptakan oleh empat wali, tak beda Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.
Uniknya tiang yang tercipta dari tatal atau serpihan-serpihan kayu saldo yang diikat. Saka tatal tersebut dipercaya produksi Sunan Kalijaga. Meski tidak tercipta dari kayu utuh, kekuatan saka tatal sama dengan tiang-tiang lainnya.
3. Pintu Bledeg
Pintu bledeg Masjid Agung Demak. (Foto: http://sejarahkerajaandemaklengkap.blogspot.co.id)
Pintu bledeg atau petir adalahpintu utama Masjid Agung Demak, yang dipakai sebagai antipetir. Pintu tersebut diciptakan oleh Ki Ageng Selo selama 1446 Masehi. Berdasakan Babad Tanah Jawi karya WL Olthof, Ki Ageng Selo ialah orang digdaya yang dapat menangkap petir.
Pintu bledeg tercipta dari kayu jati diisi ukiran tebal. Ukiran sangat menonjol ialah adanya dua kepala naga. Ukiran-ukiran tersebut dipercantik dengan diberi warna cat merah. Dalam khazanah kultur Jawa, gambar di pintu itu adalahprasasti Condro Sengkolo (penanda waktu) yang berbunyi “Nogo Mulat Saliro Wani”.
4. Kolam Wudhu
Kolam wudhu Masjid Agung Demak. (Foto: tandapagar.com)
Kolam wudhu adalahsalah satu unsur Masjid Agung Demak yang terletak di samping depan masjid. Kolam yang di bina mengiringi mula berdirinya masjid tersebut difungsikan sebagai lokasi wudhu. Kolam itu mempunyai ukuran 10x25 meter dengan kedalaman lima meternya, dan ada tiga batu dengan ukuran yang berbeda.
Batu berwarna hitam yang lebih besar tersebut berdiri tegak, sedangkan dua batu hitam terbaring bersamaan dengan batu hias lainnya yang ukurannya lebih kecil. Kolam yang tak lagi difungsikan ini, konon ialah tempat berwudhu semua Wali Songo.
Citra Telematika - Kursus Komputer di Majalengka |
Jl. Raya Timur No. 65, Ciborelang, Jatiwangi
Kab. Majalengka
(0233) 8281236 | 085216667297
Tidak ada komentar:
Posting Komentar